Posts

Showing posts from October, 2007

MITOLOGI RAGU

Setelah kesekian pertemuan, kulihat jalan bercecabang di lidahmu. Onak dan duri yang kau sebar di airmatamu telah membuat cedera hatiku. Hendak ke mana kau bawa aku, adik. Negeri gelap bernama nyeri ataukah ranah benderang bernama mimpi? Telah kusemai benih-benih yang khianat dalam surat-suratku pagi hari. Merintis jalan yang kepayang, dusta tak kepalang. Katamu, “Apa salahnya, sesekali kita berlupa/sesekali kita kembali jadi bocah manja/tidak tahu bencana yang bakal tiba/tidak sempat berpikir tentang dosa." *) Tapi adik, kita bukan lagi sepasang kanak-kanak yang riang. Kenanganlah yang menjebak kita di wilayah gamang. Dan engkau bersikukuh tinggal, tak hendak pergi dari masa silam. Manterakah yang kau taburkan di gelasku petang itu? Sekujur jiwaku tersengat ragu, racun masa lalu yang kau seduh untukku. Lalu sebuah cumbuan maut di pundak, tinggalkan merah dadu di hatiku. ‘Kan kutemani engkau, adik. Tak kan kutinggalkan engkau hingga malam menetes di mesin waktu. Dan kentongan para

CIREMAI

— bagi: RTH menatap puncak, angin menggerutu di pundakku masih jauhkah lagi perjalanan? “entahlah, seperti tak kulihat ujung pencarian kita” tetapi, alangkah gagah engkau melangkah di depan sana sekian halangan cuma debu yang kau tepis lalu alangkah tegar keyakinan yang ingin kau pandu menatap puncak, dingin menghancurleburkan sisa-sisa laskar kita berapa jarak lagi menuju pelangi? “entahlah, tak kulihat selain fana” Kuningan, 12 September 2007; 14:50
Image
Aneh, kita semua mempertahankan kesalahan lebih berani daripada membela kebenaran (Khalil Gibran, dari Gibran for SMS , Dikumpulkan dan Dipilih oleh Ready Susanto, Penerbit Mataair, Bandung, 2006) MENGUCAPKAN SELAMAT IDUL FITRI 1428 H Mohon Maaf Lahir dan Batin

REST AREA

Biar kutemani engkau istirah dari perjalanan yang lelah, hidup yang hibuk. Menatap jalanan yang terpanggang panas, dunia kita semakin memendam cemas. Masih bisakah kita meneruskan ziarah, ketika panah-panah penunjuk arah demikian samar disergap aspal yang menguap? Biar aku duduk saja di sini, di tepian janji yang selalu kuharap sejati—hei, terlalu jauhkah aku untuk menepati? Biar kita sekadar bertukar mimpi, merayapi ranting-ranting waktu dengan sepi. Menyusuri jalan-jalan cuaca bersama, menggerinyaikan serpihan syair lama. Dapatkah kita melanjutkan perjumpaan ketika petang datang dan semua akan kembali kepada malam? Di kejauhan gerumbul pepohonan semakin gelap dan kerdil karena jarak dan waktu yang rumpil. Biar kita bercakap tentang matahari yang kini surup di balik lengkung jembatan. Bayang-bayang memanjang seperti kaki kursi yang jenjang. Kutahu kisah-kisah tak hendak usai, seperti semburat jingga yang terus bergoyang. Tapi kau pun tahu, di perempatan waktu kita harus bersimpang jal