Posts

Showing posts from 2009

BACA PUISI TANGISAN PADANG BERI KEINSAFAN KEPADA MASYARAKAT

Oleh FHQ Barangkali tidak ada yang dapat mengubati duka nestapa yang dialami mangsa gempa bumi di Padang Sumatera Barat 30 September lalu. Gempa bumi berukuran 7.6 skala richter yang mengorbankan ribuan nyawa itu bukan saja menggegarkan Sumatera malah turut menggegarkan hati nurani penulis dan penyair di Kota Kinabalu, Sabah. Puluhan penyair di Kota Kinabalu berhimpun untuk majlis Baca Puisi Teluk Likas- Tangisan Padang-, anjuran Ikatan Penulis Sabah (IPS) dengan kerjasama Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP) Cawangan Sabah. Mereka mengungkapkan keprihatinan mereka terhadap tragedi itu sambil berpuisi. Pembacaan puisi dimulakan dengan penampilan deklamator Ali Amat Anas yang membacakan puisi Ready Susanto, penyair dari Bandung yang mengirimkan puisi untuk dibacakan dalam majlis itu berjudul Suatu Padang . dan tibalah jua aku di suatu padang, reruntuh gedung dan ribuan orang berpulang menjumpaimu, suatu pertemuan belum terlunaskan Gedung-gedung runtuh dan ribuan manusia terkorban merupakan su

SUATU PADANG

dan tibalah jua aku di suatu padang, reruntuh gedung dan ribuan orang berpulang menjumpaimu, suatu pertemuan belum terlunaskan “ah, kakak sayang, maafkan, maafkan petang ini dijemputnya aku untuk satu janji yang tak dapat lagi dibatalkan” dan sampailah juga aku di suatu pandang, tanah lapang dan puing tempat kembali dari perjalanan yang sebentar “ah, kakak sayang tetap jua kutunggu engkau di satu padang tempat kelak kita akan dibangkitkan” (7 Oktober 2009)

1 JANUARI, DEKAT PAGI

1 JANUARI, DEKAT PAGI pada sujud yang keberapakah bolamatamu kemilau basah seperti bening cahaya mata anak-anak Palestina sementara kembang api di luar sana belum juga berhenti pesta dan engkau terbata-bata menzikirkan derak roda tank para penjarah pada dentuman keberapakah ketika matamu terjaga oleh suara, ”kemenangan! kemenanganlah di depan kita!” dan engkau menadahkan tangan selemah-lemah senjata (2009) SEHELAI MAKLUMAT DI DINDING TOSERBA : AZ demikian cepat waktu, tempat-tempat usia, kita lewat (2009)

RIWAYAT OEY, SERANGKAI SAJAK

HUJAN PERTAMA menangkap getaran hujan pertama bumiku luluh dalam cinta bau tanah basah dan cerita kecil masa bocah bermain dalam hujan kesegaran yang tak pernah — atau tak mungkin lagi kini dipunyai makin dewasa kini cerita kecil masa kecil cuma bayang manis semoga masih diceritakan kelak pada anak dan cucu berjalan dalam hujan pertama aku mengalir dalam udara cerah matahari dan daun-daun bergetaran di bingkai jendela kulupakan berita dunia di lembaran warta dan layar kaca hujan baru tiba sesaat tadi tanah basah dan debu-debu kembali ke asalnya: Tuhan beserta semua (Anyer, 10-90) SURAT KESUNYIAN — bagi Yun Ts. kesunyian ini, kekasih taman eden yang permai (bila kita tak juga bercakap cuma bertatapan dalam kegamangan dan pengertian yang tak terucapkan) cinta mulanya: kesunyian ini lalu ikrar yang suci “kupasrahkan rusukku demi engkau, kekasih” dan Tuhan meniupkan: jadilah! maka jadilah (saat itu, aku mungkin mimpi bulan jatuh di pangkuan, dan kukenal itu, kesunyian taman yang menyejukka

SEPILIHAN SAJAK, UNTUK ANAK-ANAK

Image
ALBUM BUAHHATIKU — Fathia Ramadina, 12 Maret 2007 Pertengahan malam. Engkau masih sibuk dengan buku-buku. Jarimu menulis entah apa. Televisi menyala di ruang jauh, engkau sayup-sayup berdendang. “Jangan matikan lampu itu,” gerutumu. Hei, masih takutkah engkau pada gulita? “Tidurlah,” kataku. Malam sudah larut, suara televisi jauh, dan elusan tangan ibu. Aku mengulang lagu pengantar tidur ibuku, buahhatiku.. Permulaan pagi. Sekarang, duabelas tahunkah usiamu itu? Engkau terkikik waktu ibu menciummu, menggulung seperti bayi di ranjang kami. Waktu, ia seperti segan beranjak dari kamar ini. Masih terkenang bau melati, buahhatiku. Beserta senyumku dengan seporsi besar kopi pagi. Dan engkau berceloteh di sudut, bahasa bayi, “tat.. tia.. tat.. tia..” Kini engkau menggesahku, “Hari ini upacara bendera.” Pertengahan hari. Aku tenggelam dalam sibuk sendiri. Ibu, mungkin mencuci, mungkin menonton televisi. Lalu suaramu yang bayi membelai siang dengan riang, “Nanti aku pulang telat, mengerjakan tu

ANUGERAH PUISI CECEP SYAMSUL HARI 2009

’Anugerah Puisi Cecep Syamsul Hari 2009’ mengundang para penyair Indonesia mengirimkan buku kumpulan puisi mereka dalam bahasa Indonesia yang terbit antara 1 Januari s.d. 31 Desember 2009, untuk diikutkan dalam penilaian buku kumpulan puisi terbaik 2009. ’Anugerah Puisi Cecep Syamsul Hari 2009’ berupa uang tunai sebesar Rp 7.000.000,- (Tujuh Juta Rupiah) dan sebuah piagam penghargaan, akan diberikan kepada satu pemenang yang buku kumpulan puisinya dinilai juri sebagai buku kumpulan puisi terbaik 2009. Bertindak sebagai juri tunggal untuk ’Anugerah Puisi Cecep Syamsul Hari 2009’ adalah penyair dan redaktur majalah sastra Horison Cecep Syamsul Hari. Juri hanya akan menilai buku kumpulan puisi yang dikirimkan melalui pos oleh penyairnya sendiri disertai surat pengantar penyair yang bersangkutan yang menyatakan bahwa bukunya dikirim untuk diikutkan dalam penilaian buku kumpulan puisi terbaik 2009 (’Anugerah Puisi Cecep Syamsul Hari 2009’). Buku kumpulan puisi yang dikirimkan melalui pos bu

SAJAK-SAJAK DI HARIAN JURNAL NASIONAL

Image
PERCAKAPAN SAAT MAKAN Sebentang wilayah telah kau petakan di meja. Lalu, engkau aman berkata, “Mari kita makan.” Sesekali tanganmu menerobos sempadan, tak peduli padaku yang senyum-senyum sopan. “Yang itu kurang bumbu, yang ini kebanyakan cabai, yang anu kurang adonan...” Ah, yang manakah dalam hidupmu yang tepat takaran? Selembar cerita panjang-lebar kau hamparkan di meja. Lantas, engkau senang tertawa, “Menurutmu bagaimana?” Aku hanya seorang kawan makan yang terpesona, pikiranku entah ke mana. Maka kujawab saja, “Ah, memang begitulah manusia.” Mula-mula engkau tertawa, lalu tersedak soto daging yang kebanyakan cabainya. “Kamu, gila. Ceritaku itu tentang peliharaan Si Anu.” Aku tersengat aroma tauco, tak mau kalah kata, “Ah, kucing juga manusia.” Sehampar dongeng antah-berantah kau tunjukkan dari laptop. Tergelak-gelak engkau bersendawa, “Menurutmu siapa?” Aku hanyalah teman duduk yang bijaksana, tenang tanpa cakap yang membahana, “Apa-siapa-mengapa, apa peduli kita?” Engkau tarik na

KESAN KESAHAJAAN DALAM "ALBUM BUAHHATIKU"

Image
Esai Eko Putra Membaca kumpulan sajak atau sebuah antologi, atau membaca sajak-sajak seorang penyair di media massa. Bagi pembaca awam seperti saya, hal pertama yang akan saya rasakan setelah membacanya adalah menangkap kesan paling sederhana yang dapat saya ambil. Lalu memberikan pemahaman baru sebagai suatu komunikasi dan interaksi antara bahan bacaan dengan saya. Dalam pada itu, apakah sajak-sajak tersebut menjadi ingatan terus-menerus berada dalam memori otak saya. Selanjutnya tak segan-segan saya jadikan kutipan-kutipan ketika berbincang bersama teman-teman, menjadikannya ungkapan-ungkapan bijak yang digunakan dalam komunikasi, atau menjadi kalimat puitis bagi pacar saya. Dan bisa saja sebaliknya. Setelah membaca kumpulan sajak penyair. Bukan tidak mungkin saya kelelahan, kebingungan, kurang berkesan, atau saya merasa kesulitan memahami maknanya. Kemudian saya tinggalkan begitu saja tanpa meninggalkan kesan mendalam, dan tidak termemori dalam fail otak saya. Walaupun, kumpulan saj

WILAYAH KEHIDUPAN SPIRITUAL DAN BAHASA EKSPRESI PENYAIR

Image
Esai Eko Putra Penyair mengangkat gambaran kehidupan dengan segala pergulatannya terhadap kehidupan itu sendiri, dan mencatatnya dalam puisi. Sadar atau tidak sadar, ketika sebuah puisi lahir dari tangan penyair, terdapat tiga wilayah kehidupan manusia yang selalu mengilhami seorang penyair untuk mencatatnya dalam puisi. Ketiga wilayah yang dimaksud adalah ; Wilayah kehidupan individual, artinya puisi berkenaan dengan kehidupan manusia (baca: penyair) terhadap dirinya sendiri sebagai penyair. Wilayah kedua adalah wilayah kehidupan sosial, dalam hal ini puisi akan berkenaan antara kehidupn sosial penyair terhadap lingkungannya. Baik hubungan terhadap sesama manusia, maupun hubungan antara alam sekitarnya. Dan wilayah ketiga adalah wilayah kehidupan spiritual, artinya puisi berkenanan dengan bagaimana seorang penyair membangun hubungannya terhadap kekuatan besar yang berada di luar kekuatannya sebagai manusia (penyair) dengan orientasi menuju suatu hakikat yang disebut sebagai Tuhan. Tuh

PETUALANGAN GUNAWAN MARYANTO

Image

KARNO PICNIC, SONI MEMETIK BINTANG

Image

BAHAYA LATEN ASLAN, BIRAHI DINO

Image

DUA PERCAKAPAN

: M. Aan Mansyur /1. hujan/ jika ingin kenal nama lain dari hujan (apalagi nama aslinya) jangan kau tanya penyair tua (apalagi yang muda dan manja) pahami saja Bunda yang tahu alangkah banyaknya nama alias dari cinta /2. senja/ jika ingin pasti warna asli senja (selain jingga, atau merah, atau kuning?) jangan kau tanya penyair yang baik matanya (apatah lagi yang rabun dan berkacamata) mengerti saja Bunda yang begitu kaya paduan warna cintanya Gumuruh, 22 Januari 2009