PERCAKAPAN DEWASA

— Mey

“bukankah mengenang masa lalu itu lucu,” katamu
(delapan belas tahun sudah
tapi cahaya mata itu masih juga
tak berubah)
aku menghidu bau madu:
“bisa lucu, bisa syahdu,” kataku
“bisa juga seperti disayat sembilu”

tapi kita punya kepedihan sendiri-sendiri
melambai dari balik tirai sukacita
melenggang dari balik tawa ceria
masing-masing miliki kesedihan tak terkecuali
yang tak ‘kan terpupuri basa-basi
apatah lagi kemarahan dan emosi

“tapi mengapa sukar sekadar bertukar kabar,” katamu lagi
(delapan belas tahun berlalu
rasanya mata itu tetaplah seperti dulu)
aku kenangkan kidung Sunda suatu ketika:
“mungkin karena kita tak pernah bisa dewasa,” kataku
“terperangkap dalam bubu prasangka”

tapi kita punya ingin sendiri-sendiri
yang menggapai tak hendak henti
tak peduli kini, tak hirau di sini
pun hasrat kita ngembara ke belantara mana saja
setia walau tak pernah dewasa
apatah cuma diikat buhul biasa

“senangnya bisa bersahabat dan tertawa bersama,” katamu beranjak lalu
(delapan belas tahun itu
sekilas dalam kibasan matamu)
aku pun tenggelam di laut retinamu:
“seharusnya begitu, semestinya begitu,” kataku

tapi kita punya jalan sendiri-sendiri
yang mungkin tak pernah sama arahnya
dan mengapa kita selalu terpesona pada cerita lama
padahal masanya sudah tak sama
dan kita berubah di dalamnya

aku tertegun dalam ragu:
(delapan belas tahun kelak
mungkinkah kita bisa berjumpa
di sebuah simpang jalan
untuk saling tertawa dan menyapa?)

Ciganea 1, 17 April 2006

Comments

Popular posts from this blog

BACA PUISI TANGISAN PADANG BERI KEINSAFAN KEPADA MASYARAKAT

Catatan Atas Sajak "Perempuan" Ready Susanto