ALBUM LAMA: DIPATI UKUR No. 68

Republic Science Club suatu ketika..

Hujan renyai jatuh kesekian kali di jalan ini. Mengapa tak kau kembangkan payungmu yang berbunga-bunga itu? Sementara kata tak ada, kita cuma akan mendengar desau angin yang pergi bersama rahasia. Ke mana? Entah. Kita hanya perlu desir gerimis untuk digulung di dalam catatan harian.

Di tikungan itu, tepat sebelum tangga, aku ambil jalan ke kanan. Engkau menggosok-gosok sepatu, mengetuk-ngetuk payung, menyesap ingatan dalam-dalam, “Berapa resah yang telah jadi entah.” Ah, kekasihku, begitu dalam palung waktu, menunjam serupa lempeng benua dan samudera.

Di sini ruang begitu sungkup, bertimbun buku, berjibun berkas. Kita menyingkup dunia yang terbang lepas dalam malam-malam perbantahan yang hangat. Di luar, dingin berdecit di telinga, engkau menghalaunya dengan ribuan halaman kopi. Sigaret.. sigaret.. Di mana gerangan sigaret? Freire-kah itu yang menyesapnya dan membualkan asap di sembarang tempat?

Lalu, pagikah itu yang mengetuk pintu? Suratkabarkah yang datang dengan sepiring colenak hangat? Begitu ramai dunia di luar sana, anak-anak itu datang dengan menggebu, selalu berjaket biru. “Orde itu segera tamat!” Dan lapangan rimbun pun menjadi panas, hiruk-pikuk, senja pun datang dengan tak peduli. Tapi engkau telah tahu, kapan saat mesti menunggu.

Dan engkau memang setia menunggu, duduk di bangku itu, berceloteh ringan tentang ragu. Di sudut, perpustakaan seperti termangu, ruangannya dingin beku. Buku-buku mengunggun debu, sekali-kali saja kita meminjamnya. Pertanyaanmu terngiang selalu, “Dengan siapa engkau bertukar cinta pada halaman-halamannya?”

Manglayang, 11 Maret 2007; 16:42

Comments

Popular posts from this blog

BACA PUISI TANGISAN PADANG BERI KEINSAFAN KEPADA MASYARAKAT

Catatan Atas Sajak "Perempuan" Ready Susanto