ALBUM LAMA: JAKARTA-BANDUNG

bagi: Ky

Aku menjemputmu! Bis tingkat menderu, polusi membasahi Jakarta. Siapa mengusik pagi dengan siulan menyayat itu? “Klaus Meine, Scorpion,” katamu. Wind of Change berkumandang. Menyusuri Taman Gorky, tembok Berlin telah runtuh, katanya. Kau tahu beton itu telah rapuh sejak orang menyeberanginya demi cinta. Seperti kita.

Siapa berani mengganggu mimpi. Pinus di halaman sekolah itu kering sudah, katamu. Orang tak lagi suka menyiram bunga-bunga, lebih suka bertanam di bursa. Tetapi sajak mana yang kubacakan untukmu ketika itu: cuma bulan mampu mencium hatiku/bulan yang biru//cuma perempuan bakal ngerti dukaku/perempuan yang rindu.1) Lekat selalu.

Ke mana gerangan harus kita siahkan ragu. Engkau cuma ada di sisiku, tak pernah bisa merubuhkan tembok itu. Kapitalismekah yang telah berjaya, katamu? Aku ragu. Pak Tua itu mungkin sekali benar, semua kelak retak. Kita membikinnya abadi2)? Aku ragu. Ini zaman menolak abadi, semuanya lekas pergi.

Lalu siapakah yang berkata, aku ingin mencintaimu dengan sederhana...3) Aku ingin menyiah ragu, lagi-lagi. Dan kita pergi ke gunung itu, seperti menyusuri tubuh surat-surat. Di depan uap kepundan, dingin seperti menggigil. Dibelinya sweater abu-abu, dihadiahkan padamu. Engkau tersipu, bingkai kaca di matamu selebar buana. Uap tipis berlabuh di sana, gerimis runtuh bersama bau belerang.

Di kamar itu, kata-kata telah musnah. Siapa mengusik senja dengan beberapa patah kata yang segera dijemput angin.4)? Tembok itu benarkah telah rubuh seperti yang menggaung dari layar televisi? Aku mengantarmu,...

Manglayang, 9 Maret 2007; 16:37


____________
1) “Bulan”, Ajip Rosidi
2) “Kwatrin tentang Sebuah Poci”, Goenawan Mohamad
3) “Aku Ingin”, Sapardi Djoko Damono
4) “Ketika Berhenti di Sini”, Sapardi Djoko Damono

Comments

Popular posts from this blog

BACA PUISI TANGISAN PADANG BERI KEINSAFAN KEPADA MASYARAKAT

Catatan Atas Sajak "Perempuan" Ready Susanto