ALBUM LAMA: SEPANJANG TENGKU UMAR

Engkaukah yang menjenggut lenganku dalam hujan-angin itu?

Kau tahu, payungmu tak pernah cukup untuk kita. Selalu. Maka merapatlah padaku. Lingkarkan lengan di pinggangku. Aku akan mengutip entah siapa, mengusir ragu. Tapi, tak perlu engkau pura-pura mendengarku. Hujan-angin itu terlalu gaduh! Cahaya lampu-lampu jalan pun hanya nyala kunang-kunang. Jadi, dekatkan saja wajahmu..

Kau tahu, aspal telah jadi sungai, perasaan kita pun mengalir ke muara mana. Pada siapa engkau sesungguhnya menaruh senyap? Sementara tombak-tombak hujan menikam seru, payung kita selalu terombang-ambing ragu. Aku membisikkan tanya, mengulangnya entah untuk siapa. Tapi hujan-angin rusuh, kata-kataku tinggal rapuh. Jadi, dekatkan saja perasaanmu..

Kau tahu, pohon-pohon telah jadi batu, masa lalu pun tersapu hujan-gaduh itu. Kepada siapa aku harus menabalkan janji? Selain pada kenangan—mungkin selembar catatan bersamamu. Tapi hujan-rusuh dan angin-hingar, enggan mendengar rayuan. Yang kukatakan cuma gumam. Maka, dekatkan saja hatimu..

Manglayang, 11 Maret 2007; 17:43

Comments

Anonymous said…
aku suka tulisan ini, kang.

Popular posts from this blog

BACA PUISI TANGISAN PADANG BERI KEINSAFAN KEPADA MASYARAKAT

Catatan Atas Sajak "Perempuan" Ready Susanto