ALBUM: CISANGKUY


Siapakah yang kau nanti di sudut itu? Bangku cokelat, petang menjelang. Langit sebentar jadi buram, cuaca suka-suka. “Mungkin tak banyak lagi waktu,” katamu. Dan jika pesan itu terkirim sudah, saatnya pun akan tiba. Dia akan terbang, sayap waktu di pundaknya berkepak tanpa ragu.

(Dan aku pun bersicepat, mengejar saat yang sekelebat. “Mungkin tak banyak lagi waktu,” bunyi pesan di ponselku.)


Mengunyah pedas kehidupan, matamu rerimbun daun di taman seberang. Berapa rindu telah kau lewati di kini? Menanti pesan dalam sendiri, memamah takdir pelan-pelan. Sesayup apa duka yang menggantung di dahan-dahan? Payung nasib begitu rindang.


(Dan aku mengemudikan angin, sahabat lama. Ia pun berharap menemuimu di bangku cokelat, saat petang mulai menjelang.)


Siapa yang menggelepar di sampingmu? Mengelus pundak selembut karib lama: angin.. Diakah yang datang dari masa lalu itu. Lengannya melipat tahun-tahun, tatapannya menggulung jalan-jalan, pesannya secemerlang kristal hujan. Siapa gerangan mengundangnya ke pesta diam? “Akukah?” katamu. Engkau lupa pernah mengundang bahaya..


(Dan aku pun duduk begitu saja di bangku cokelat. Petang jadi kristal, tahun-tahun menjadi bungkah es. Akukah yang kau nanti di sudut itu: tawa? Berderai-derailah aku di dahan waktu.)


“Pasti sudah tak tersisa lagi waktu,” katamu. Tentu saja, sekian zaman kita duduk di bangku cokelat itu. Menanti getar yang menjulur dari ponsel kita. Saling menunggu, saling mengganggu. Mau temani aku?


Citamiang, 5 April 2007

Comments

Popular posts from this blog

BACA PUISI TANGISAN PADANG BERI KEINSAFAN KEPADA MASYARAKAT

Catatan Atas Sajak "Perempuan" Ready Susanto