REST AREA

Biar kutemani engkau istirah dari perjalanan yang lelah, hidup yang hibuk. Menatap jalanan yang terpanggang panas, dunia kita semakin memendam cemas. Masih bisakah kita meneruskan ziarah, ketika panah-panah penunjuk arah demikian samar disergap aspal yang menguap? Biar aku duduk saja di sini, di tepian janji yang selalu kuharap sejati—hei, terlalu jauhkah aku untuk menepati?

Biar kita sekadar bertukar mimpi, merayapi ranting-ranting waktu dengan sepi. Menyusuri jalan-jalan cuaca bersama, menggerinyaikan serpihan syair lama. Dapatkah kita melanjutkan perjumpaan ketika petang datang dan semua akan kembali kepada malam? Di kejauhan gerumbul pepohonan semakin gelap dan kerdil karena jarak dan waktu yang rumpil.

Biar kita bercakap tentang matahari yang kini surup di balik lengkung jembatan. Bayang-bayang memanjang seperti kaki kursi yang jenjang. Kutahu kisah-kisah tak hendak usai, seperti semburat jingga yang terus bergoyang. Tapi kau pun tahu, di perempatan waktu kita harus bersimpang jalan. Seperti cinta yang perlahan-lahan diam, sembunyi di balik malam.

Rest Area, 1 September 2007

Comments

Popular posts from this blog

BACA PUISI TANGISAN PADANG BERI KEINSAFAN KEPADA MASYARAKAT

Catatan Atas Sajak "Perempuan" Ready Susanto