PERCAKAPAN SAAT MAKAN

Sebentang wilayah telah kau petakan di meja. Lalu, engkau aman berkata, “Mari kita makan.” Sesekali tanganmu menerobos sempadan, tak peduli padaku yang senyum-senyum sopan. “Yang itu kurang bumbu, yang ini kebanyakan cabai, yang anu kurang adonan...” Ah, yang manakah dalam hidupmu yang tepat takaran?

Selembar cerita panjang-lebar kau hamparkan di meja. Lantas, engkau senang tertawa, “Menurutmu bagaimana?” Aku hanya seorang kawan makan yang terpesona, pikiranku entah ke mana. Maka kujawab saja, “Ah, memang begitulah manusia.” Mula-mula engkau tertawa, lalu tersedak soto daging yang kebanyakan cabainya. “Kamu, gila. Ceritaku itu tentang peliharaan Si Anu.” Aku tersengat aroma tauco, tak mau kalah kata, “Ah, kucing juga manusia.”

Sehampar dongeng antah-berantah kau tunjukkan dari laptop. Tergelak-gelak engkau bersendawa, “Menurutmu siapa?” Aku hanyalah teman duduk yang bijaksana, tenang tanpa cakap yang membahana, “Apa-siapa-mengapa, apa peduli kita?”

Engkau tarik napas, tak sepenuhnya lega. Sementara aku telah mengendapkan segala makna. Akulah teh tawar di meja, hangat sebagai kawan bicara.

Lalu, kubiarkan kesalmu datang juga. Kau tuntaskan makanmu segera, bersungut-sungut, “Dasar, teh tawar memang bukan manusia.”

31 Oktober 2007; 11:45

Comments

Popular posts from this blog

BACA PUISI TANGISAN PADANG BERI KEINSAFAN KEPADA MASYARAKAT

Catatan Atas Sajak "Perempuan" Ready Susanto