yang kunamakan sajak, hanyalah gelisah yang sederhana, kata yang bersahaja
BUKU BARU: ALBUM BUAHHATIKU Sepilihan Sajak 1991-2007
Get link
Facebook
Twitter
Pinterest
Email
Other Apps
ALBUM BUAHHATIKU Sepilihan Sajak 1991-2007 Penerbit Paramaarta Maju, Bandung Cetakan I, November 2007 Tebal 72 hlm., Rp 17.500 Pesan ke e-mail: readys2001@yahoo.com
Get link
Facebook
Twitter
Pinterest
Email
Other Apps
Comments
Anonymous said…
wahh... buku baru lagi nih. mau dong bukunya. asa teu acan kantos dikiriman simkuring mah. Sukses terus, Kang!
Oleh FHQ Barangkali tidak ada yang dapat mengubati duka nestapa yang dialami mangsa gempa bumi di Padang Sumatera Barat 30 September lalu. Gempa bumi berukuran 7.6 skala richter yang mengorbankan ribuan nyawa itu bukan saja menggegarkan Sumatera malah turut menggegarkan hati nurani penulis dan penyair di Kota Kinabalu, Sabah. Puluhan penyair di Kota Kinabalu berhimpun untuk majlis Baca Puisi Teluk Likas- Tangisan Padang-, anjuran Ikatan Penulis Sabah (IPS) dengan kerjasama Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP) Cawangan Sabah. Mereka mengungkapkan keprihatinan mereka terhadap tragedi itu sambil berpuisi. Pembacaan puisi dimulakan dengan penampilan deklamator Ali Amat Anas yang membacakan puisi Ready Susanto, penyair dari Bandung yang mengirimkan puisi untuk dibacakan dalam majlis itu berjudul Suatu Padang . dan tibalah jua aku di suatu padang, reruntuh gedung dan ribuan orang berpulang menjumpaimu, suatu pertemuan belum terlunaskan Gedung-gedung runtuh dan ribuan manusia terkorban merupakan su
Oleh: Abd. Naddin Hj Shaiddin (wartawan Utusan Borneo , Sabah, Malaysia) PEREMPUAN Perempuan yang menuntun rindunya di meja-meja makan berapa banyak yang telah ia tawan dan terpikat pada racun hidangan perempuan yang mengusung kecewanya ke pesta-pesta berapa banyak yang telah ia hantarkan dalam kemabukan perempuan yang membawa sepinya ke lautan berapa kapal yang telah ia hanyutkan dan hempaskan ke karang-karang Ready Susanto, 2006 Berdepan dengan `perempuan yang rindu’, `perempuan yang kecewa’, `perempuan yang sepi,’ bagi penyair Ready Susanto, sama berbahaya. Apatah lagi jika perempuan yang dimaksudkan itu `menuntun rindunya di meja-meja makan,`mengusung kecewanya ke pesta-pesta’ dan paling berbahaya ialah `perempuan yang membawa sepinya ke lautan. Barangkali jika sekadar di meja-meja makan,risikonya hanya `terpikat racun hidangan’. Jika sekadar di pesta-pesta, risikonya hanya pulang dalam kemabukan. Tetapi `perempuan yang membawa sepinya ke lautan, berapa kapal yang telah ia hanyutk
Comments