SEJUMLAH PERTEMUAN, SEGERBANG INGATAN


will you still meet me
will you still fit me
when I’m sixty four

(“When I’m Sixty Four”, The Beatles)

Pertemuan pertama, petang, 1984. Rumah sakit, semua terdiam, engkau disengat demam. Memegang tanganmu, panasnya menjalar. Ranjang besi, seprai pucat pasi.

Pertemuan ketiga, siang, 1987. Rumah kos yang panjang, gadis-gadis cekikikan, aku mengetuk segan. Silau menyilet mataku dari kanan. Engkau duduki tepi ranjang, singgahlah, isyaratmu demikian. Aku tercekik, ruang ini sempit! Ranjang, seprainya terlalu rapi, tak baik bila dikusutkan.

Pertemuan kesembilan, petang, 1989 (?). Engkau duduk di tepi ranjang, cahaya jendela dari kanan, rasanya dekat benar kelam akan datang. Aku terkenang senja yang linang: kamar kontrakan, gelap yang datang perlahan. Waktu bagai mambang, dari sanakah datangnya kesedihan? Bukan, bukan kesedihan. Cuma bimbang, jalan sulit cinta yang rumit. Engkau kemasi kamar yang luas. Ranjang yang lebar, seprainya gambar bunga putih, tak elok bila dikotori.

Pertemuan kesebelas, malam, 1997. Duduklah aku di sisi ranjang, temaram dari kanan, gelas yang tadi kau tuang tak berbekas. Mimpi, mimpikah? Bukan, bukan. Mungkin cuma imsomnia yang biasa. Ranjang, seprainya merah, basah oleh gelisah.

Pertemuan ketigabelas, petang, 2007. Engkau tinggalkan aku di sana, cahaya jingga datang dari belakang kita. Malam tak kan segera tiba, langit kemarau dicuci matahari. Sudahkah kau temukan sesuatu dari kenanganku? Di ranjang engkau sakit, kata-kata tak bisa selamatkanmu dari dingin yang menggigit. Apakah engkau menanti sepucuk surat dari sebuah pertemuan yang jauh? Ranjang itu seprainya abu-abu, seperti hatimu yang ragu.

Pertemuan keenambelas, siang, 2008. Lalu, aku duduk di situ, di ranjang kecil ingatan yang rapuh. Siang akan cepat lewat, tak pernah bisa menunggu kita yang termangu-mangu. Seprainya jarum jam, menusuk-nusuk hampa hati kita.

Pertemuan keduapuluhsatu, pagi, 2017. Engkau duduk di ranjang hidupmu yang luas, seprainya warna daun-daun. Dinding kacamu selebar cakrawala, pagi telah menyelinapkan panas matahari yang pedih. Di kejauhan danau membiaskan sebuah siang dari masa yang jauh. Singgahlah, tulismu pada pembawa pesan di komputer pagi ini. Terkenangkah engkau wajah samar yang berkedip-kedip pada layar. Atau, cuma kau sembunyikan aku dalam lipatan ingatan yang kacau?

Pertemuan keduapuluhenam, petang, 2031. Sepucuk surat kau baca di ranjang metalik, ruang hening, sentuhan remote control. Pembukaan, Siang, 1987. Rumah kos yang panjang, gadis-gadis cekikikan.. Segerbang ingatan, separo usia bergegas serupa acara komedi teve kabel siang tadi. Isi, Kamu tahu aku selalu singgah? Engkau tahu, bahkan selalu kau bereskan sepraimu yang bunglon itu. Kemarin dia merah, resah karena gairah. Hari ini dia bagai metal, memantulkan segala kesal. Penutup, Baik-baiklah selalu. Tentu, kakak, tentu.

Pertemuan ketigapuluhtiga, malam, 2037. Di ujung malam aku duduk di pengujung ranjang, di ruang usia yang lapang. Menyapa kegembiraan dan umur yang berkah, hidup selalu ringan lagi mudah. Tetap juga aku singgah, titip salam lewat kepak merpati di pagi matahari yang cerah. Ranjang dan seprai, kartuposmu bertulis rapi, titimangsa dari tahun-tahun yang jauh.

21 Januari 2008; 13:56:44

Comments

Popular posts from this blog

BACA PUISI TANGISAN PADANG BERI KEINSAFAN KEPADA MASYARAKAT

Catatan Atas Sajak "Perempuan" Ready Susanto