Posts

Showing posts from September, 2007

NONG DI SEBUAH TITIK

Di sebuah titik, Nong, ruang berpendar. Engkau lupa berulang tahun hari ini? Anakmu tersipu-sipu menggoda, Ibu ulang tahun ya? Engkau tertawa, di rumah ini selalu ada hadiah yang istimewa, sekristal bening cinta . Kami setuju, semua yang terkembang dan celoteh kita hanyalah cinta belaka. Di sebuah titik, Nong, waktu memudar. Kita duduk berdua, bertatap saja, lalu percakapan ringan selembut udara. Terdengar suara jingga, anakmu berlagu, Tidurlah, selamat malam, lupakan sajalah aku.*) Lupakan, lupakan segala yang jauh dan samar. Kita bahagia, seperti sekuntum senyum, dikulum ketika beranjak tidur. Di sebuah titik, Nong, ruang-waktu bergetar. Wajahmu beriak, aku tahu hatimu berkecipak. Aha, inikah jejak cinta! Engkau pun beranjak, Berhentilah menjebak, kakak.. Di sebuah titik, Nong, semesta cinta-Nya terus bergerak. Manglayang, 16 Agustus 2007 ----------- *) Bait lagu “Bersama Bintang” dari kelompok Drive.

MITOLOGI LUPA

Telah kutorehkan janjiku di sekujur langit pagi. Karena takut awan membawanya pergi, kusimpan salinannya di dahan-dahan matahari. Maka kupesankan, putarlah genta jam, agar menggaung selalu ruang ingatan di rongga kepalamu. Tetapi, adik, apa kau kata? Alangkah ringan lupa mengembus, dan semua lenyap bahkan matahari terhapus. Jam cuma berdenting, ingatan hanya menggaung, tak tercatat apa-apa dalam risalah kepala. Sementara aku di sana duduk, mencoba menemukan catatan matahari. Ke mana gerangan lupa menerbangkannya, padahal awan sebegini biru kanvas, angin sebegini sepoi. Kapal berlayaran, laut begitu tenang, tapi hatiku.. Lalu aku menunggu, berusaha meringkas mitologi janji. Yang kutemukan cuma lupa, lupa, lupa dan lupa. Dan dari lautan matahari engkau melompat, menyobek risalah janji. Apa hendak kau kata, adik? Dengan sukses kau tulis mitologi lupa, dengan hebat kau torehkan mitologi luka. Manglayang, 17 Agustus 2007, 17:35

DALAM SAKIT

tubuhku daun luruh menggigil fana jiwaku tumbuh seluruh menggapai cinta Manglayang, 11 Agustus 2007, 19:56

DI HATIKU KAU BANGUN SEBUAH KOTA

Di hatiku kau rintis setapak jalan, cinta yang mengembang. Sejarah berada di gerbang ketika engkau datang. Kafilah-kafilah pun bersinggahan, jejak telapak kaki dan roda pedati. Lalu kau olah hatiku jadi sawah ladang, kasihmu pun kian mekar. Bulir-bulir padi seperti intan bagi peradaban. Hendak kau lupakan perburuan-perburuanmu yang liar sebelum pagi menjelang. Di hatiku telah kau tancapkan tiang peradaban, batu demi batu monumen rasa sayang. Desa-desa muncul seperti cendawan, gerimis menyuburkan gairahmu untuk menetap di hatiku. Pagi berderap dalam ternak yang kau gembalakan di padang-padang hijau rumput kesetiaan. Di hatiku lalu tumbuh bangunan-bangunan tinggi akarnya menyerap keriangan di seluruh pori-pori. Hatiku terluka ketika jalan setapak berubah jadi jalan bebas hambatan. Kota telah mencuri kasih sayang dari engkau, wahai tertegunlah dalam sesal di sebuah simpang kemajuan. Di hatiku kau bangun sebuah kota. Di jiwaku pula telah kau ukir luka. Citamiang, 3 Agustus 2007, 08:23; Man

PERNAHKAH KAU TAHU KEMATIAN

pernahkah kau tahu kematian seperti mimpi kecil yang menyentak tidur kapas putih terbang tersandera angin petang “tibakah saatmu untuk pulang?” pernahkah kau tahu kematian angin petang berkumandang udara beriak dengan puji-pujian malam pun pasti datang “entah purnama atau kegelapan” pernahkah kau tahu kematian suara-suara dedaunan luruh bersahut-sahutan “duhai, adakah kata lain selain kehilangan” TBB, 30 Juli 2007, 17:00

DI LAPANGAN VOLI

di medan permainan bola nasib bergulir di garis takdir Manglayang, 14 Juli 2007, 18:00