Posts

Showing posts from November, 2007

TRAVELING WESTSIDE

Image
— ke negerisebrang.multiply.com Rini di kejauhan kemah Indian senja baru saja datang di suatu tempat di Arizona tengah perjalanan ke New Mexico dalam remang kueja: “Post Office” “dunia tak begitu luas lagi agaknya” cuma selembar peta maya kita bisa berkirim apa saja atau makan siang bersama kakilima di Albuquerque siang sedang panas-panasnya tak beda dengan Yogya kita pernah berkeliaran di sana “tak begitu lampau rupanya” Historic Route 66, No Parking 2 AM-6 AM jalannya bersih, aspalnya pun rata kereta kuda dan bendera Amerika “aku pernah di sana” berfoto di depan bangunan western di perumahan Jakarta Grand Canyon tak begitu tampak beda di Ciamis pun ada, dibaca: Gren Kenyon “kapan-kapan kuajak engkau piknik ke sana” Citamiang, 16 November 2007; 12:47

HUJAN BULAN NOVEMBER

It would take a strong, strong wind to take me from your arms again to take me from your side… (“Strong, Strong Wind”, Air Supply) Hujan bulan November yang rusuh. Hatiku yang rapuh? Tercampur angin yang riuh rendah, kudengar dentuman Axl Rose di jendela ketika telusuri lubuk matamu, kutemukan cinta tertahan, terbendung-buntu tetapi kekasihku, saat kupeluk engkau, tidakkah kau tahu, padaku ada rasa yang satu?*) Hujan bulan November gemuruh, tetapi pelukanmu kukuh Dihantam angin yang riuh, engkau tangguh, “Ini cinta, sejatikah... Sungguh?” (maka bila kau tetap ingin mencintaiku, kekasih kumohon sungguh, o jangan berjeda mencintaiku, atau haruskah kuakhiri perjalanan, dalam lebat November hujan sedingin-dinginnya) Tapi engkau bukan hujan November yang buruk, engkau angin yang lembut (“Karena itulah semua ingin kau renggut?”) (Karena tak akan pernah ada yang tak berubah dan kita sama kita tahu, hati pun mudah guyah dan o betapa susah-payah menjaga lilin nyala dalam dingin November hujan s

SEUMPAMA PENGEMBARA

Image
Ada yang tak terseberangi dalam hening. Gema yang melompong di lautan hampa. Terayun-ayun ombak yang tenang, gemintang seperti peta yang benderang. Tetapi kapal, engkau tak tahu tujuan. Hendak kau turutkan hati lautan yang gemuruh di kedalaman, tetapi terbuai sudah engkau akan ketenangan permukaan. Hendak kau kabarkan debar jantung samudera yang terdengar hingga ke benua-benua. Tetapi engkau pasir dihalau gelombang, cuma menari seperti garistangan sudah disuratkan. Ada yang tak terkatakan dalam bening. Desir suara angin di lembah yang melandai. Bulan purnama seperti menggambar jejak para pengembara yang lenyap suaranya. Para petualang, di titik di manakah engkau gerangan? Hendak menapaki jejak suara hujan, tetapi begitu jauh cakrawala hijau di pasir panas yang terbentang. Hendak mencari suara samar, tapi badai gila mengamuk sepanjang zaman. Ada yang tak terseberangi dalam hening. Ada yang tak terkatakan dalam bening. Citamiang, 31 Oktober 2007, 15:30; 16 November 2007, 12:54

PERCAKAPAN SAAT MAKAN

Sebentang wilayah telah kau petakan di meja. Lalu, engkau aman berkata, “Mari kita makan.” Sesekali tanganmu menerobos sempadan, tak peduli padaku yang senyum-senyum sopan. “Yang itu kurang bumbu, yang ini kebanyakan cabai, yang anu kurang adonan...” Ah, yang manakah dalam hidupmu yang tepat takaran? Selembar cerita panjang-lebar kau hamparkan di meja. Lantas, engkau senang tertawa, “Menurutmu bagaimana?” Aku hanya seorang kawan makan yang terpesona, pikiranku entah ke mana. Maka kujawab saja, “Ah, memang begitulah manusia.” Mula-mula engkau tertawa, lalu tersedak soto daging yang kebanyakan cabainya. “Kamu, gila. Ceritaku itu tentang peliharaan Si Anu.” Aku tersengat aroma tauco, tak mau kalah kata, “Ah, kucing juga manusia.” Sehampar dongeng antah-berantah kau tunjukkan dari laptop. Tergelak-gelak engkau bersendawa, “Menurutmu siapa?” Aku hanyalah teman duduk yang bijaksana, tenang tanpa cakap yang membahana, “Apa-siapa-mengapa, apa peduli kita?” Engkau tarik napas, tak sepenuhnya le

PAGI MANGLAYANG SUATU KETIKA

Anak-anak, ke mana mereka akan mencari? Berselendang kabut dari bukit-bukit, mereka turun ke kota yang basah. Gunung-gunung di jauhan hijau-putih, udara masih begini bersih. Ada suara, ingatkah engkau kepada, embun pagi bersahaja, yang menemanimu sebelum cahaya? *) Kini, sesudah cahaya. Mereka teruskan mencari embun yang sirna oleh gemuruh asap dari kota-kota. Lalu mantel mereka terhembus badai panas pepohonan yang rubuh-rusuh. Anak-anak yang riang, senandungnya di bukit-bukit yang meriang. Hanya tersampir sedikit kenangan dari musim hujan, bekas kabut seperti ulat bergelayutan di dahan-dahan alpukat. Kini, apakah cahaya. Jalanan setapak menuju ozon yang rusak. Mereka bertanya, “Ozon? Pelawak dengan kumis cepak?” Hahaha.. Ada gelombang menyelinap menembus asap, perjalanan sunyi, yang kau tempuh sendiri... kuatkanlah hati, cinta... *) Anak-anak, di manakah mereka? Kabut berselendang asap turun ke kota yang basah. Apartemen-apartemen di jauhan seperti gula-gula warna-warni. Di ujung jala